Kamis, 01 Desember 2016

Underground Temple in Yogyakarta

Halo teman-teman, apa kabar? Lama tidak berjumpa yaaa, semoga kabar kalian senantiasa baik-baik saja. Nah kali ini saya ingin berbagi cerita perjalanan saya ke Candi Sambisari yang terletak di Jalan Candi Sambisari Kadirojo. Terletak di jantung Kabupaten Sleman membuat candi ini ramai dikunjungi wisatawan baik dalam dan luar negeri, kemudian posisinya yang berada di bawah permukaan tanah menjadi magnet tersendiri bagi kawasan ini.
Bangunan candi yang terkubur ratusan tahun itu akhirnya kini bisa dinikmati. Jika aden dan enon hendak kemari, lokasinya berada di Dusun Sambisari, Kelurahan Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Sleman. Terhitung 10 kilometer dari pusat kota Yogyakarta. Tempat ini dapat dijangkau dengan berkendara melalui jalan Yogya-Solo sampai menemukan papan petunjuk tepat di utara jalan raya menuju candi ini. Kemudian ikuti jalan lurus sampai menemukan area Candi Sambisari. Inilah lokasi wisata yang mudah dicari dengan nilai sejarah tinggi.
 
Untuk sampai ke Candi Sambisari kita bisa menggunakan motor, mobil, ojek, becak dan bus Trans Jogja. Tapi disarankan menggunakan kendaraan pribadi seperti motor dan mobil mengingat hematnya biaya yang dikeluarkan. Mayoritas wisatawan yang berkunjung ke sini dengan menggunakan motor karena selain tersedia lahan parkir yang luas, mereka dapan berkeliling menikmati indahnya pemandangan sekitar.
 
Harga tiket masuk ke candi ini tergolong murah. Hanya cukup mengeluarkan Rp5.000,00 kita bisa berjalan-jalan menikmatti panorama dari ketinggian, dan jika turun ke bawah kita bisa berkeliling di dalam candi yang terletak 6,5 meter lebih rendah dari wilayah sekitarnya.
 
Sejarah penemuan Candi Sambisari ini dimulai ketika pada pagi hari di tahun 1996 Karyowinangun mengalami kejadian langka ketika ia sedang mengayunkan cangkulnya pada area tanah persawahannya. Cangkulnya membentur sebuah bongkahan batu besar yang memiliki pahatan di bagian permukaannya. Karyowinangun beserta penduduk sekitar pun merasa heran dengan adanya batuan berpahat di sawah. Kemudian Dinas kepurbakalaan yang mendengar adanya penemuan batu, segera datang dan menetapkan area sawah tersebut sebagai suaka purbakala. Awalnya batu yang ditemkan itu diduga sebagai bagian candi yang mungkin telah terkubur di area sawah. Pada akhirnya dilakukan penggalian hingga menemukan ratusan bongkahan batu serta arca kuno. Dan memang benar adanya, bahwa batu tersebut merupakan komponen sebuah candi.

 
Nah, bagi saya pribadi setelah banyak mendengar cerita sana-sini dan membaca beberapa berita dan memutuskan mengunjungi candi ini yaitu letaknya yang berada di bawah. Jujur saya telah mengunjungi tempat ini 2x dan tak pernah merasa bosan, karena tempat ini memiliki keunikan yang tak dapat kita temukan di tempat lain.
 
Seharusnya bila malam tiba disudut-sudut candi atau di luarnya diberi lampu sorot berwarna kuning, supaya tidak terkesan gelap sekali di malam hari. Selain itu upaya ini dapat mempercantik candi itu sendiri.
 
Kita sebagai generasi muda hendaknya lebih sering mengunjungi situs-situs purbakala dan semacamnya agar tempat tersebut lebih terawat karena jika jarang ada yang mengunjungi pasti akan terbengkalai begitu saja. Maka giat-giatlah kita mengunjungi obyek wisata budaya agar tetap lestari.




 Sumber:
http://jadiberita.com/70995/menyambangi-peradaban-tanah-leluhur-di-candi-sambi-sari-yogyakarta.html

Jumat, 28 Oktober 2016

Gua Maria Tritis


Gua Maria Tritis merupakan tempat ziarah umat Katolik yang terletak di pegunungan karst Gunung Kidul. Tepatnya di tepi Jalan Lingkar Selatan Gunung Kidul, tepatnya di Dusun Bulu, Desa Giring, Kecamatan Paliyan.

Untuk mengakses gua ini kita bisa mengikuti jalur utama Yogyakarta - Patuk - Pertigaan Gading - Playen - Paliyan - Pasar Trowono - Singkil. Sedangkan jalur alternatif lainnya adalah Yogyakarta - Imogiri - Panggang - Paliyan - Pasar Trowono - Singkil.

Sedangkan alat transportasi yang dapat kita gunakan adalah sepeda motor, mobil, serta bus wisata. Saat itu saya bersama teman-teman datang ke sana menggunakan motor karena kami datangnya beramai-ramai dan yang memiliki mobil hanya sedikit, oleh sebab itu kami memutuskan menggunakan motor. Selain itu juga dapat mengirit waktu di jalan. Namun saya juga pernah bersama keluarga saya ke sini dengan menggunakan mobil dan jalannya sudah bagus jadi kami tidak kesusahan dalam mengunjunginya.

Untuk harga tiket masuk sendiri tidak ada dan hanya dikenakan biaya parkir Rp2.000,00 untuk motor. Di depan jalan masuk Gua Maria Tritis banyak sekali yang menjual lilin, rosario dan alat ibadah lainnya, tak ketinggalan makanan dan minuman juga diperjual belikan.

Pada tahun 1975 Romo Hardjosudarmo, SJ bertugas di Paroki Wonosari. Beliau juga membina para murid SD Sanjaya di Dusun Pengos, Kelurahan Giring, Kecamatan Paliyan. Pada tanggal 25 Desember1975 itu beliau bersama para murid SD Sanjaya merayakan misa natal di gedung SD Sanjaya karena waktu itu di lingkungan SD Sanjaya belum mempunyai kapel. Setiap akan diadakan Misa Natal, Romo membuat “gua” dari kertas. Melihat hal itu ada seorang murid berkata kepada Romo,”Romo, tidak usah membuat gua dari kertas, karena di tempat saya ada gua asli.” Lalu Romo itu bertanya,”gua asli bagaimana ?” Murid itu hanya menjawab,”Gunung itu growong (berlobang besar).”

Maka pada suatu hari Romo diantar oleh muridnya itu ke gunung growong itu. Sampai di dalam gua Romo kagum dengan keindahan alam yang baru pertama kali dijumpainya, sehingga Romo berniat menjadikan gua tersebut sebagai tempat berdoa bagi umat katolik.

Tak lama setelah peristiwa itu Romo menemui Bpk. R. Radio Sutirto, Kepala Desa Giring. Tujuannya adalah untuk meminta izin agar Gua Tritis boleh dipergunakan untuk berdoa bagi umat Katolik. “Pak, bagaimana kalau Gua Tritis itu saya jadikan tempat sembayangan bagi umat Katolik ?” Tanpa menunggu keesokan harinya bapak kepala desa itu menyetujui permintaan Romo Hardjosudarmo, SJ itu. Berkat dukungan dan kerja sama masyarakat Dusun Bulu jalan menuju ke gua dalam waktu kurang lebih satu bulan sudah dapat dilewati walaupun waktu itu keadaanya belumlah sempurna seperti sekarang. Dan pada tahun 1979 Gua Maria Tritis diresmikan oleh Romo Lamers, SJ dengan memasang Patung Bunda Maria. Sejak saat itu tempat itu dinamai Gua Maria Tritis.

Gua ini memiliki keunikan tersendiri yaitu adanya kolam alam yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit dan airnya sendiri berasal dari tetesan air dari atas gua. Selain itu disepanjang jalan mulai dari pintu masuk hingga ke dalam gua terdapat patung Yesus di salib dan kisah penyaliban Yesus Kristus itu sendiri yang biasa digunakan untuk Jalan Salib.
 Namun sayang di sana jika malam datang sudah tidak ada lagi penerangan di sepanjang jalan mulai dari gua ke jalan utama mengingat jaraknya yang lumayan jauh dan naik turun juga. Padahal berdoa enaknya sampai malam hari namun karena penerangan yang kurang jarang orang berdoa di sana sampai malam bahkan hanya sampai menjelang Maghrib saja.

Jadi, himbauan saya kepada pengunjung dan pengelola Gua Maria Tritis hendaknya uang kolekte yang dikumpulkan saat Misa dipergunakan untuk membangun sarana berupa penerangan sehingga mau siang atau pun malam siapa saja betah berdoa di sana tanpa ada rasa khawatir.



Sumber:
a. http://www.njogja.co.id/wisata-sejarah/gua-maria-tritis-damainya-berdevosi-di-gua-alami
b. https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVxr3OLjf7Pomd61AXEPZuIImyLrkVJGoBh_OR0ByL5H7rdgJWwg9LyiDTjUf8p8K9ySc8-T4azX1zwIAJQoPtumHixsVgTjngnsjcAsW81EsRZqeruuQB-qMPSRc9tq5-Lu1pfn1585NH/s1600/575249574.jpg
c. http://guamariatritis.blogspot.co.id/p/history_13.html
d. http://claudiasolano.com/wp-content/uploads/2016/04/Gua-Maria-Tritis.jpeg

 

Jumat, 07 Oktober 2016

Museum Universitas Gadjah Mada

Nah, hari ini tepatnya tanggal 7 Oktober 2016 aku berkunjung ke Museum UGM nih guys yang terletak di kompleks UGM sebelum Grha Sabha Pramana. Kalok dari Bundaran UGM kanan jalan ya guys, tempatnya berdampingan sama Gedung Alumni UGM nih.

Tuh tuh denahnya, dah tambah jelas kan? :D

Akses ke sini gampang guys bisa jalan kaki juga lho, itung-itung abis ngampus daripada bosen ngemall mending ke sini :D Kalok dari Vokasi ke sini sih paling ya 10 menit azaaa, karena macet ya kannn.

Terus kamu bisa pakek motor, mobil, Trans Jogja (tapi lumayan jauh lho jalannya), ojek, taksi dan the last is sepeda kampus UGM :D Dah ga polusi, sehat, gratis pula :D

Harga tiket masuknya gratis guys, dah langsung cuss aja ga usah ba bi bu be boooo. :D Belum jadi keluarga UGM namanya kalok belum ke sini (:

Gagasan untuk melahirkan Museum UGM sebagai wahana pembelajaran nilai-nilai karakter bangsa melalui museum sangat penting dilakukan. Mengingat keinginan masyarakat untuk melihat dan memahami lebih dekat tentang UGM. Berdasarkan pemikiran tersebut mendorong UGM untuk dapat menjawab mengapa UGM perlu mewujudkan Museum UGM sebagai jendela jati diri UGM yang berkelanjutan.

Nilai penting dari museum ini jelas dong kita bisa tahu bagaimana awal mula UGM berdiri, siapa saja yang pernah memimpin, dan lain sebagainya. Kurang keren apa cobalah UGM nih? Hehe.

Nah tapi lagi-lagi aku punya catatan kritis nih buat museum ini, yaitu keterangan jam tutup di museum sama yang ditampilin di Google beda guys. Di museum ditulis jam 15.00 WIB tapi di Google ditulis jam 16.00 WIB, tuh rancu banget kan? Ga cuma itu, masak museum hari Minggu tutup? Bukannya tutupnya museum di Jogja tuh Senin ya? Kan kalok Minggu buka pasti banyak pengunjungnya. Kasian yang dah ngluangin waktu ke sini tapi lagi-lagi harus kecewa karena museum tutup.
Dan buat kalian yang ke sini jangan buang sampah sembarangan yaaa, walaupun ga ada tempat sampah bukan berarti bisa buang sampah seenaknya.

Mau tahu foto-foto aku apa aja? Yuk intip :D




Sumber:
http://ugm.ac.id/id/fasilitas/3639-museum.ugm

Museum Sri Sultan Hamengkubuwono 9

Halo semuanya, apa kabar? Kabar baik kan? Oh ya guys sedikit curhat nih ya, sekarang aku lagi ga enak badan, pusing, panas, pilek )': ya tapi harus nugas, gapapa lah ya semangatttt!!! Oh ya salah satunya aku sakit gegara kehujanan pas abis dari museum ini. Waktu itu kita mau ke Museum Sonobudoyo Unit 2 kan abis dari sini tapi tutup, dan kita memutuskan ke Museum UGM tapi tutup juga, abis itu ke Museum Wayang Kekayon eh juga tutup. Jadi pas Minggu kemarin cuma ke museum ini aja sama makan ke Mbok Sabar, enak bangettt lhoo. Ok cuss kita bahas. :D

Lhoh, kok itu enah Kraton Yogyakarta sih? Hayo jujur pasti kalian bertanya-tanya kenapa bukan denah museumnya ya kan? :D Jadi, Museum Sri Sultan Hamengkubuwono 9 ini berada di lingkungan Kraton guys, coba deh kalian GPS sendiri kalok ga percaya. So, if you choose to visit Yogyakarta Royal Palace you can get a whole package, karena banyaak banget yang bisa kalian liat di sini.

Nah, untuk akses ke sana kemarin kita pakek sepeda motor nih dari Sekolah Vokasi UGM ke arah Kraton, terus parkir di deket Badan Pengurus HIPMI Jogja guys abis itu kita jalan ke museum ini. Tapi sebenernya kalok langsung parkir di museum ini boleh kok.

Terus transportasi yang bisa kalian pakek motor, mobil, Trans Jogja, ojek, dan becak. Karena ini terletak in the heart of Jogja guys jadi ya semua transportasi bisa ke sini, tapi jangan bawa helikopter, pesawat sama kapal lho ya karena kalok itu belum ada fasilitasnya, hahaha. :D #nglawakdikit

Gimana guys sampek sini tertarik ga nih ke sini? Rp5000,00 aja lho tiketnya dan kalok mau foto-foto cukup bayar Rp1000,00 aja murah kan? Yuk berwisata ke museum :D

Tapi belum afdol nih rasanya kalok kita ga tau sejarah museum itu sendiri gimana ya kan? Yuk kita bahas satu-satu.
Jadi museum ini diresmikan oleh anak dari Sri Sultan Hamengkubuwono 9, yappp bener banget anaknya namanya Sri Sultan Hamengkubuwono 10. Beliau meresmikan museum ini pada 18 November 1990. Di dalam museum ini terdapat benda-benda / peralatan, foto-foto, dan tanda jasa serta barang yang ditampilkan dalam museum ini khusus milik maupun yang diterima almarhum ayahanda tercinta.
Oh ya, jam bukanya sama kayak Kraton ya guys. Dan bagi aku sendiri museum ini sangat tepat diangkat dan dibuka untuk umum karena kita bisa tahu apa saja jasa-jasa yang telah beliau berikan dan kita bisa meneladaninya.

Dannnnnn keunikan dari museum ini adalahhhhhhhhhhh barang-barang lama Sultan mulai dari alat masak, baju, lencana dan lain-lain dari tahun ke tahun dapat kita saksikan di siniiii. Yeayyy :D Jadi walaupun kita bukan kerabat Keraton (Eh eyang buyutku orang Keraton tapi, jadi aku kerabat Keraton bukan ya?) kita tetap bisa menikmati perjuangan Sri Sultan HB IX.

Di sini aku mau kasih catatan kritis nih, yaelahh sok-sok bijak. Haha, tapi ini serius. Jadi hari Jumat, 7 Oktober 2016 aku nemenin Ido ke Keraton buat liat museum ini, eh tapi ternyata tutup 2 hari karena ada ritual mandiin senjata sama kereta tertua. Jadi gagal deh kita ke sini, dan balik ke topik catatan kritisnya yaitu kurang adanya publikasi bila keraton akan tutup due to ritual, hal ini dibuktikan banyak yang kecelik pas mau ke sini (Source:Abdi Dalem).
Nah, tapi kalian jangan gara-gara kecelik 1 kali terus putus asa yaaaa. Kalian tetep harus ke sini karena kalian bisa menemukan sosok panutan yang tepat dan juga bule aja tertarik, masak kamu nggak? Kuy berwisata ke museum. :D

Nah sekarang liat foto-foto aku yuk :D







Sumber:
  • http://asosiasimuseumindonesia.org/anggota/190-museum-hamengkubuwono-ix.html
  • https://zuliadi.wordpress.com/2009/03/06/denah-kraton-yogyakarta/

Jumat, 26 Agustus 2016

Alun-Alun Selatan (Kidul) Yogyakarta

Jika anda berkunjung ke Yogyakarta jangan lupa memasukkan Alun-Alun Kidul ke dalam list berwisata anda. Karena di sini anda tak hanya dapat menyaksikan upacara adat keagaman saja namun anda dapat menikmati warna-warni indahnya malam Kota Yogyakarta lewat gemerlap lampu-lampu sepeda dan odong-odong yang memadati Alun-Alun Kidul (Alkid) setiap harinya terutama hari Sabtu.
Untuk mengakses tempat ini direkomendasikan menggunakan sepeda dan motor karena kawasan ini tergolong padat. Namun jika kita hendak menggunakan mobil maupun alat transportasi umum juga bisa.

Banyak sekali macam-macam tansportasi yang disewakan di tempat ini mulai dari sepeda, sepeda tandem (sepeda dengan boncengan tiga), mobil-mobilan atau yang kerap disapa odong-odong, becak, dll.

Sama halnya dengan Malioboro, kita hanya cukup membayar biaya parkir jika hendak berkunjung ke tempat ini.

Alun-alun Kidul Yogyakarta dikenal dengan nama Alkid diyakini sebagai tempat istirahat ( palereman ) bagi para Dewa. Oleh karena itu alun-alun tersebut sekarang ini banyak digunakan orang sebagai tempat ngleremke ati atau menentramkan hati banyak orang.
Pada masa lalu, Alun-alun Kidul Yogyakarta ini banyak digunakan untuk acara-acara tertentu seperti latihan ketangkasan prajurit keraton, berbagai kegiatan latihan digelar seperti :
  • Setonan : ketangkasan berkuda.
  • Manahan : lomba memanah dengan posisi duduk bersila.
  • Rampok Macan : lomba adu harimau.
  • Masangin : Latihan konsentrasi dengan berjalan diantara dua pohon beringin (ringin kurung) yang berada di tengah Alkid dengan mata tertutup.
Saat ini sudah tidak ada prajurit yang melakukan latiihan ketangkasan di tempat tersebut. Areal yang terbuka dan berfungsi sebagai ruang publik dan arena hiburan untuk masyarakat. Setiap hari, tempat ini banyak didatangi oleh masyarakat dari berbagai usia.
 Keunikan dari Alkid ini yaitu memiliki 2 pohon kembar yang diyakini dapat mengabulkan permintaan jika kita bisa melewati kedua pohon ini dalam keadaan mata tertutup.

Namun sayang, pada siang hari alun-alun ini terlihat gersang karena rumput-rumputnya banyak tercabut karena sering diinjak oleh manusia dan banyak sampah berserakan karena pengunjung membuang sampah sembarangan. Tak hanya itu kondisi jalan semrawut dan cenderung berbahaya bila kita bersepeda karena banyak kendaraan parkir sembarangan dan lewat lalu lalang seenaknya.

Oleh sebab itu hendaklah kita membuang sampah dan parkir dengan tertib dan juga berhati-hatilah bila kita melewati jalan ini.

Sumber:
  • http://supryantohusen650.blogspot.co.id/2015/06/asiknya-wisata-malam-di-alun-alun-kidul.html
  • http://www.njogja.co.id/wisata-unik/alun-alun-kidul-yogyakarta/

Museum Sonobudoyo Yogyakarta

Museum Sonobudoyo adalah museum sejarah dan kebudayaan Jawa, termasuk bangunan arsitektur klasik Jawa. Museum ini menyimpan koleksi mengenai budaya dan sejarah Jawa yang dianggap paling lengkap setelah Museum Nasional Republik Indonesia di Jakarta.
 Sonobudoyo terletak di dekat Alun-Alun Kota Yogyakarta, untuk menuju ke sini jalan yang sering di akses yaitu melalui Jalan Malioboro lurus dan arah dari Taman Pintar ke Nol Kilometer belok ke kiri.

Untuk menuju ke sini disarankan menggunakan sepeda, motor, mobil maupun becak karena jika menggunakan Trans Jogja jaraknya terpaut jauh.

Untuk menikmati museum ini beserta isinya kita hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp3.000,00 dan bagi wisatawan asing hanya perlu membayar Rp5.000,00. Namun harga tiket yang ditawarkan beragam, bila untuk anak-anak perseorangan cukup membayar Rp2.500,00 dan untuk rombongan anak-anak dan dewasa masing-masing dipatok Rp2.000,00 dan Rp2.500,00.
Tak hanya museumnya saja yang dapat kita nikmati, namun pagelaran wayang yang digelar di sinipun dapat kita nikmati hanya dengan membayar Rp20.000,00.

Museum Sonobudoyo dulu adalah sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang kebudayaan Jawa, Madura, Bali dan Lombok. Yayasan ini berdiri di Surakarta pada tahun 1919 bernama Java Instituut. Dalam keputusan Konggres tahun 1924 Java Instituut akan mendirikan sebuah museum di Yogyakarta. Pada tahun 1929 pengumpulan data kebudayaan dari daerah Jawa, Madura, Bali dan Lombok. Panitia Perencana Pendirian Museum dibentuk pada tahun 1931 dengan anggota antara lain: Ir.Th. Karsten P.H.W. Sitsen, Koeperberg. 
Bangunan museum menggunakan tanah bekas “Shouten” tanah hadiah dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan ditandai dengan sengkalan candrasengkala “Buta ngrasa estining lata” yaitu tahun 1865 Jawa atau tahun 1934 Masehi. Sedangkan peresmian dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwana VIII pada hari Rabu wage pada tanggal 9 Ruwah 1866 Jawa dengan ditandai candra sengkala “Kayu Winayang Ing Brahmana Budha” yang berarti tahun Jawa atau tepatnya tanggal 6  Nopember 1935 tahun Masehi. Pada masa pendudukan Jepang Museum Sonobudoyo dikelola oleh Bupati Paniradyapati Wiyata Praja (Kantor Sosial bagian pengajaran). Di jaman Kemerdekaan kemudian dikelola oleh Bupati Utorodyopati Budaya Prawito yaitu jajaran pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.
 
Selanjutnya pada akhir tahun 1974 Museum Sonobudoyo diserahkan ke Pemerintah Pusat / Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan secara langsung bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal dengan berlakunya Undang-undang No. 22 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Otonomi Daerah. Museum Sonobudoyo mulai Januari 2001 bergabung pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi DIY diusulkan menjadi UPTD Perda No. 7 / Th. 2002 Tgl. 3 Agustus 2002 tentang pembentukan dan organisasi UPTD pada Dinas Daerah dilingkungan Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan SK Gubernur No. 161 / Th. 2002 Tgl. 4 Nopember tentang TU – Poksi.
 
Museum Negeri Sonobudoyo ini tersimpan 10 Jenis Koleksi :
  1. Jenis Koleksi Geologika
  2. Jenis Koleksi Biologika
  3. Jenis Koleksi Ethnografika
  4. Jenis Koeksi Arkeologi
  5. Jenis Koleksi Numismatika/ Heraldika
  6. Jenis Koleksi Historika
  7. Jenis Koleksi Filologika
  8. Jenis Koeksi Keramologika
  9. Jenis Koleksi Senirupa
  10. Jenis Koleksi Teknologika
Keunikan dari museum ini yaitu dapat menampung benda-benda bersejarah dari masa ke masa. Di museum ini juga menyimpan tulang-tulang dan alat-alat zaman purbakala yang masih terlihat bagus dan alami. Ditambah dengan gapura Bali yang berdiri megah menambah keelokan museum ini.

 Saat saya berkunjung ke museum ini pada tahun 2014 museum ini belum sepenuhnya selesai dibangun dan sangat disayangkan arca-arca dan benda dari batu seperti patung dan sejenisnya terkena hujan. Padahal kita tahu air dapat mempercepat pelapukan.

Bila kita berkunjung atau bertempat tinggal di Jogja, museum yang satu ini sangat haram untuk dilewatkan karena dari sinilah kita dapat mengetahui perkembangan zaman dari masa ke masa.

Sumber:
  • Dinas Pariwisata DIY
  • http://ikaaprilawati09.blogspot.co.id/2014/12/museum-sonobudoyo_47.html
  • http://www.sonobudoyo.com/id

Kraton Yogyakarta Kediaman Sultan Dari Masa Ke Masa

Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat yang akrab disapa Kraton Jogja merupakan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Walaupun kesultanan tersebut secara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang luas.
Akses ke Kraton Yogyakarta sama mudahnya saat kita mengakses Taman Sari dan Malioboro karena letaknya yang berdekatan.
Kita bisa menggunakan becak dan andong sebagai transportasi publik dan sepeda, motor dan mobil sebagai transportasi pribadi.

Harga tiket masuk untuk wisatawan dalam negeri dan manca negara dibanderol dengan harga Rp7.000,00 dan Rp12.500,00 dan jika kita ingin membawa kamera dan berfoto dikenakan biaya Rp1.000,00. Di sini kita juga dapat menyewa seorang guide yang dapat memandu perjalanan kita selama di Kraton dengan harga yang terbilang cukup murah yaitu sekitar Rp30.000,00.
Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah pesanggarahan yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman.
Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta. Dan untuk itulah pada tahun 1995 Komplek Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO.
Nilai penting dari Kraton Yogyakarta selain menjadi tempat tinggal Sultan yaitu menjadi saksi bisu sejarah perjuangan rakyat Mataram dari sebelum penjajah datang hingga negara kita merdeka saat ini. Maka dari itu tempat ini harus dijaga dan dilestarikan turun temurun dan secara berkelanjutan.
Tak hanya bangunan saja yang unik namun Keraton Yogyakarta juga menyuguhkan berbagai acara unik yang bermanfaat untuk dinikmati seperti  Tumplak Wajik, Garebeg, Sekaten, Upacara Siraman, Labuhan. Dan acara ini pun banyak menarik antusiasme para wisatawan maupun penduduk di Kota Yogyakarta dan sekitarnya.

Jika bertandang ke Kraton Yogyakarta hendaklah tidak menyentuh barang-barang yang tidak boleh disentuh supaya tidak kotor dan mudah rusak mengingat usianya yang sudah cukup tua. Tak hanya itu keheningan juga harus dijaga karena merupakan tempat sakral dan kediaman sultan. Dan kita harus ingat dimanapun kita hendaklah menjaga kebersihan.

Sumber:
  1. Chamamah Soeratno et. al. (2004). Kraton Yogyakarta:the history and cultural heritage (2nd print). Yogyakarta and Jakarta: Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat and Indonesia Marketing Associations. 979-96906-0-9.
  2. Periplus Edition Singapore (1997). Periplus Adventure Guide "Java Indonesia". Periplus Singapore.
  3. R. Murdani Hadiatmadja (no year). Keterangan-keterangan tentang Karaton Yogyakarta. Yogyakarta: Tepas Pariwisata Karaton Ngayogyakarta.
  4. van Beek, Aart (1990). Images of Asia: "Life in the Javanese Kraton". Singapore: Oxford University Press. ISBN 979-497-123-5.
  5. Acara budaya dengan judul Pocung dalam episode Wewangunan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat disiarkan oleh JogjaTV. 
  6. https://zuliadi.wordpress.com/2009/03/06/denah-kraton-yogyakarta/
  7. http://www.borobudursunrise.net/news78-harga-tiket-masuk-obyek-wisata-di-yogyakarta-2016.html